Yaa Robb, Jadikan Kami Hafidz Qur'an

07.18 Add Comment

Seorang anak usia 3 tahunan dengan gaya lucu khas anak2 mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dari satu surat yang lumayan panjang dengan suara lantang dan lancar. Saat itu, mungkin hampir semua yang menyaksikan  dibikin melongo, kagum dan terheran-heran. Kok bisa anak seusia itu hafal surat sepanjang itu?
 
Yang makin membuat saya kagum, ternyata tidak cuma satu surat dia hafal. Sepertinya semua surat di Juz 30 dia hafal. Hal ini terbukti pada saat sesi sambung ayat (salah satu juri membacakan ayat secara acak kemudian si anak kecil tadi harus meneruskan ayat berikutnya), bocah lucu itu dengan tenangnya bisa meneruskan ayat-ayat selanjutnya sampai tuntas. Luar biasa! 
 
Semua orang di studio sebuah stasiun TV swasta tersebut menatap si anak dengan perasaan kagum dan mata berkaca2. Termasuk saya. Kemudian salah satu juri berkomentar "saya masih penasaran, bagaimana cara Bundanya mengajarkan Adi menghafal sebanyak itu?". Kamera pun menyorot sang Bunda, lalu Ayah si anak itu. Saya bisa merasakan betapa bangganya kedua orang tua itu karena putra kecilnya bisa menghafalkan Al-Quran di usia dini. Seandainya mereka adalah saya. Dan anak itu adalah anakku.
Acara itu saya tonton tanpa sengaja pada saat Sahur. Sebuah acara yang terasa beda dengan acara-acara sahur di stasiun lainnya yang menampilkan dagelan tak tepat waktu. 
Acara di stasiun TV itu menampilkan anak-anak rata2 berusia di bawah 12 tahun berlomba hapalan Al-Qur'an. Sebuah kompetisi yang sepertinya jarang ditampilkan sebuah TV. Kebanyakan stasiun TV hanya mengadakan lomba nyanyi, nari, lawak, modeling dan sejenisnya. Tentunya karena lomba2 seperti itu lebih banyak peminat, banyak penonton dan banyak pula iklan yang jadi sponsor. Pemenang dari ajang lomba tersebut dijamin menjadi Top sesudahnya. Setidaknya jadi bintang iklan Sozzis. 
Sebagai orang tua, saya seringkali menyuruh anak saya agar tekun belajar supaya jadi juara. Tapi rupanya saya lupa mendorong mereka untuk giat menghafal Al-Qur'an. 
Jujur saja, saya sendiri hanya hafal beberapa surat, itu pun surat pendek dan yang sering dilafalkan orang2 pada umumnya saat shalat. Kesadaran menghafal Al-Quran baru terasa setelah menonton acara tadi. Masyaallah..kemana saja saya setelah beberapa puluh tahun berlalu? kenapa baru sadar sekarang? masa saya kalah sama anak usia 3 tahun?
Padahal kalo kita cermati, Al-Quran itu dari masa Rosul sampai sekarang ga berubah, ya itu-itu saja. Artinya, secara logika harusnya setiap orang bisa menghafalnya dengan mudah. 
Al-Qur'an tidak seperti buku sejarah atau buku-buku pelajaran sekolah yang sering berubah2 setiap tahun ajaran baru, hingga bikin bingung orangtua (karena harus selalu membeli baru) dan juga bikin bingung si anak karena beda2 versi pengajaran.
Tapi kenapa kitab yang konsisten dengan isinya itu malah dinomor duakan (atau malah nomor kesekian) untuk dibaca dan dihafal? Satu pertanyaan yang harus dijawab oleh kita sebagai orang yang mengaku muslim.
Rasa miris saya atas kurangnya kemampuan hafalan Al-Qur'an pada anak-anak semakin terasa pada saat buka bersama keluarga besar kami kemarin. 
Seperti biasa, sesaat sebelum Adzan magrib, salah seorang kakak ipar melempar kuis. Kuis-nya biasanya masing2 anak diminta melafalkan salah satu doa atau surat yang dia hafal. Demikian pula saat buka bersama kemarin.
Seperti yang kuduga, ternyata doa dan surat yang anak-anak baca tidak jauh berbeda dengan yang tahun kemarin. Hanya doa pendek dan surat-surat pendek yang umum dibaca. Berarti dalam setahun ini tidak ada anak-anak kami yang menambah hafalan Al-Qur'an?
 
Untungnya, diantara kesedihan itu, ada sedikit angin sejuk. Ariq melafalkan satu surat agak panjang, meski dengan terbata2 dan harus mengulang beberapa kali karena lupa.
Namun Alhamdulillah, meski tanpa ada yang membantunya, dia bisa mengingat kembali ayat yang dia lupa dan akhirnya bisa menuntaskan bacaan surat tersebut sampai akhir.
Semua tepuk tangan. Lega. Utamanya saya.
Masa kontrak hidup saya di dunia tinggal beberapa puluh tahun lagi (kalo panjang umur), tapi hafalan Qur'an masih sedikit. Betapa meruginya saya, karena berapa puluh tahun telah terbuang percuma tanpa hafalan.
Ayo anak-anakku, kita mulai menghafal Al-Qur'an!

Penghafal al-Quran Merupakan Status Bergengsi di Gaza

18.03 Add Comment

Pria kelahiran Makkah, Arab Saudi itu menceritakan bagaimana dirinya semenjak kecil sudah terlibat dengan hafalan al-Quran. Sejak usia 16 tahun
Syeikh Khattab: Di Gaza penghapal al-Quran status bergengsi 
 
Hidayatullah.com—Setiap orang bisa menjadi penghafal al-Quran, namun tidak semua orang bisa menjaga hafalannya. Karena itu salah satu cara menjaga agar hafalan al-Quran adalah terus- menerus menjaga ketakwaan, selain frekuensi pengulangan (muroja’ah).

Demikian salah satu tips menjaga hafalan al_Quran dari Syeikh Muhammad Khattab, salah satu imam  asal Gaza Palestina diundang dalam rangka program Silaturrahim Ramadhan Imam-Imam Suriah dan Palestina ke Indonesia (SIRAMAN MANIS) bekerjasama dengan Sahabat al-Aqsa di Majelis Taklim XL  usai  shalat Subuh, hari Sabtu, (20/07/2013).

“Hapalan Quran kita juga lebih melekat jika digunakan pada shalat malam. Bisa jadi shalat Qiyamul Lail kita hanya dua rakaat tapi bacaannya satu juz,” tutur Imam Masjid as-Salam, Rafah, Gaza Selatan itu.
Syeikh Khattab juga menjelaskan bagaimana kebiasaan para penghafal Quran di Gaza di mana  biasa membaca ulang 20 sampai 40 kali setiap lembarnya.

Pria kelahiran Makkah, Arab Saudi itu menceritakan bagaimana dirinya semenjak kecil sudah terlibat dengan hafalan al-Quran. Sejak usia 16 tahun,  ia telah mengikuti dauroh yang khusus menargetkan hafal al-Quran dalam tempo dua bulan.

“Saya mulai serius menghapal al-Quran usia 16 tahun untuk mengejar khatam 30 Juz dalam dua bulan. Tapi sejak kecil saya sudah terbiasa menghapal lima sampai tujuh juz,”ungkapnya merendah.
Menurutnya, dauroh atau semacam pelatihan intensif untuk para penghapal Quran, menjadi tujuan para penghapal Quran di Gaza yang dilakukan sangat ketat.

“Ketat sekali penyaringannya. Dari 5000 orang pendaftar, hanya 100 orang saja yang diterima,”ucapnya.
Para pendaftar berasal dari berbagai cabang lembaga penghapal Quran yang tersebar di berbagai daerah di Palestina.

Lembaga dauroh yang terpusat di Gaza itu menurutnya betul-betul sangat istimewa. Selain memiliki program target hafalan dalam waktu singkat, orang-orang yang tersaring sudah dipastikan tidak bermasalah dengan pengucapan dan tentunya sudah terbiasa menghafal.

Setahun sekali, dauroh yang berada di Gaza membuka pendaftaran murid baru. Selain ketat penyaringannya, masa karantina akan dianggap sebagai proses penggojlokan yang cukup berat. Setiap waktu digunakan untuk menghafal. Dimulai setelah Sholat Subuh sampai menjelang sholat Dzuhur, peserta menggunakan waktunya untuk tidak beranjak dari lembaran al-Quran. Hal yang sama dilakukan seusai sholat Dzuhur. Terus berlangsung seperti itu sehari-harinya. Waktu resmi menghafal hanya berhenti pada saat sholat, makan dan mandi saja. Walaupun sesungguhnya bagi seorang yang sudah memasukkan ayat-ayat Allah kedalam dadanya, Ia akan terus menghapal baik ketika berdiri, duduk dan berbaring.

Jika ada yang sedih ketika harus bersusah payah menghafal, Syeikh Muhammad memakluminya. “Seminggu pertama mengikuti dauroh itu, saya juga kesulitan menghafal. Tapi pada minggu berikutnya, mulai bakda Subuh sampai Dzuhur, bisa hafal13 halaman,”ucap Anggota Dewan Qari Kreatif  Masjid ‘Umari al-Kabir, Gaza itu. Tiga belas halaman sama dengan enam lembar dan itu berarti ½ juz mampu diikat dalam ingatannya hanya dalam tempo sekitar 7 jam. Belum lagi pada belasan jam berikutnya, terus menghafal. Bisa dibayangkan berapa banyak lembar yang mampu dikatamkannya. Pantas saja jika dalam waktu singkat, pria yang memiliki lima saudara lelaki bergelar al-Hafidz itu, mampu menyelesaikan 30 Juz al-Quran. “Kuncinya, tetap semangat dan jangan menyerah. Luruskan niat kita dan ingatlah fadhilahnya,”Syeikh terus memompa semangat para jemaah..

Tidak seperti di Indonesia, yang menarik di Gaza, seorang penghapal al-Quran merupakan status sangat bergengsi.
“Di sana, kami, para penghapal Quran mendapatkan ijazah resmi,” papar Sarjana Ilmu Syariah Universitas Islam Gaza itu.
Sejak dinyatakan secara resmi menyandang status al-Hafidz, hingga kini Syeikh Muhammad telah meluluskan 250 orang penghapal Quran.

Saat ini terdapat 40 orang Penghafal Quran di Gaza yang menunggu kepulangannya dari Indonesia untuk memberi ijazah resmi al-Hafidz. Di antara murid-muridnya itu, ada saja mereka yang menghapal setiap harinya ½ halaman.
“Jika mereka konsisten seperti itu setiap harinya, maka selama empat tahun bisa khatam,”ungkap murid Syeikh Muhammad Abu Sattar itu.
Ia juga memiliki enam orang murid asal Indonesia yang memiliki hafalan sangat kuat dan sudah menyandang gelar al-Hafidz.

Al-Qur'an Adalah Cahaya

18.00 Add Comment

Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)  

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)  

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)  Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)  

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)  

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)   Dari artikel 'Keutamaan-Keutamaan Al Qur’an — Muslim.Or.Id'

[1] al-Qur’an adalah Cahaya

Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)

[1] al-Qur’an adalah Cahaya

Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)

[1] al-Qur’an adalah Cahaya

Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)

[1] al-Qur’an adalah Cahaya

Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa’: 174)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’aam: 122)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)